Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta baru-baru ini menjadi tuan rumah konferensi internasional bergengsi, ICSNPH 2025, yang berfokus pada pemanfaatan produk alami berkelanjutan dalam perawatan kesehatan. Acara yang berlangsung di The Alana Hotel & Convention Center Yogyakarta ini menarik perhatian lebih dari 300 peserta dari 15 negara.
Konferensi yang bertema “Interdisciplinary Approaches from Lab to Clinical Breakthroughs” ini menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mendorong inovasi dalam bidang pengobatan alami. Peserta terdiri dari berbagai kalangan, termasuk peneliti, praktisi klinis, pelaku industri farmasi, dan akademisi.
Pentingnya Kolaborasi Global untuk Inovasi Produk Alami
Konferensi ICSNPH 2025 secara khusus membahas percepatan pemanfaatan bahan alami, seperti tanaman obat dan senyawa bioaktif, dalam terapi modern. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, L. Rizka Andalusia, dalam pidato utamanya, menekankan pentingnya sinergi antar praktisi, peneliti, dan regulator.
Rizka Andalusia menyatakan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat krusial untuk memperluas dan meningkatkan efektivitas penggunaan produk herbal Indonesia dalam pelayanan kesehatan nasional. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Kehadiran pembicara internasional ternama, seperti Prof. Dr. Tin Wui Wong (Universiti Teknologi MARA Malaysia), Asst. Prof. Chanuttha Ploylearmsang (Mahasarakham University Thailand), dan Ir. Ferry A. Soetikno (PT Dexa Medica), semakin memperkaya wawasan peserta.
Topik yang dibahas oleh para pembicara internasional pun beragam. Mulai dari nanoteknologi pengiriman obat paru, praktik farmasi klinis di Asia Tenggara, hingga perspektif industri terkait komersialisasi produk herbal.
Potensi Besar Tanaman Obat Indonesia dan Tantangan yang Dihadapi
Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas yang luar biasa, termasuk sekitar 40.000 spesies tanaman, dengan 9.600 diantaranya berkhasiat obat. Potensi ini menjadi landasan utama konferensi ICSNPH 2025 untuk mendorong pengembangan produk farmasi berbasis bahan alami.
Konferensi ini menghasilkan 85 paper penelitian yang dipresentasikan dalam sesi oral dan poster. Topik yang dibahas meliputi digitalisasi industri farmasi 4.0, aspek sosial pelayanan farmasi, dan tentunya pengembangan produk herbal berkelanjutan.
Meskipun potensi besar tersebut, Agustina Setiawati selaku Ketua Panitia ICSNPH 2025, mengakui adanya tantangan dalam aspek regulasi dan uji klinis produk herbal. Kerja sama yang erat antara peneliti, industri, dan pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi hambatan ini.
Menuju Kemandirian Kesehatan Nasional dan Pasar Ekspor
Salah satu fokus utama konferensi adalah penguatan kemandirian sektor kesehatan Indonesia melalui pemanfaatan potensi lokal dengan standar internasional. Dekan Fakultas Farmasi USD, Dr. Apt. Dewi Setyaningsih, berharap USD dapat menjadi pusat pertukaran gagasan inovatif dalam pemanfaatan produk alami untuk kesehatan.
Konferensi ini juga membahas peluang ekspor produk herbal Indonesia. Saat ini, nilai ekspor produk herbal Indonesia masih relatif rendah, yaitu sekitar US$ 180 juta per tahun. Potensi yang jauh lebih besar masih perlu digali dan dikembangkan.
Hasil konferensi ICSNPH 2025 akan dituangkan dalam sebuah prosiding ilmiah yang dapat diakses oleh komunitas global. Prosiding ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk penelitian lanjutan dan pengembangan kebijakan publik yang mendukung kemajuan industri herbal Indonesia.
Secara keseluruhan, konferensi ICSNPH 2025 di Yogyakarta menjadi tonggak penting dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan produk alami untuk kesehatan di Indonesia dan dunia. Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci untuk merealisasikan potensi besar ini dan mencapai kemandirian kesehatan nasional.